Senin, 25 Juni 2012

Pengalaman Periksa Kesehatan

By Ramazayn   Posted at  08.52   Tes Keshatan No comments

darah
Phobia Darah?

“Tabungnya jangan dibuka ya dek, itu nanti mau diisi darah kalian. Harus steril itu botolnya”.

Langsung aja muka aku berubah pucat pasi.  “Darah?”. “Oh my god, aku kan phobia sama darah, apalagi jarum suntik”.


Tidak seperti biasanya, hari ini aku bangun lebih cepat yaitu jam 6 pagi. Hari ini adalah salah satu hari penting, yaitu pendaftaran ulang MABA di USU bagi yang lulus melalui jalur undangan. Yaudah, langsung aja aku mandi. Walaupun akhirnya gak sempat sarapan gara-gara kelamaan mandi. Langsung buru-buru ke depan gang dan nyetop angkot. Untung aja dapat angkotnya cepat, walaupun sopir angkotnya rada-rada SKSD banget. SKSD  = kalimat halus versiku yg artinya bacod, gak tau lagi artinya? banyak cerita.

Sampai di USU, aku udah membayangkan pasti bakal masih sepi. Ternyata, udah bejibun umat manusia yang mengantri. Busyet dah, jadi peraturan yang dibuat kemaren tentang no. urut itu bullshit semua. Yang no. 700 sekian juga ada yang mengantri padahal bukan waktunya dia. Hadeh, Indonesia kayaknya hobby banget yak melanggar peraturan yang dibuat sendiri. Cape dehh…..

Tiba-tiba aja panitia membagikan sebuah tabung kecil. Aku sih gak terlalu respon dengan tabung tersebut. Tapi, aku tiba-tiba terpikir “paling untuk tes urine doank” sambil tersenyum lebar. Tiba-tiba aja ada satpam yg nyolot “Tabungnya jangan dibuka ya dek, itu nanti mau diisi darah kalian. Harus steril itu botolnya”.
Langsung aja mukaku berubah pucat pasi. “Darah?”. “Oh my god, aku kan phobia sama darah dan jarum suntik”. Aku berusaha menenangkan diri sambil tersenyum dan berpikir “alah, tenang aja Dan. Darah yang mau diambil paling cuma seuprit. Lagian dulu kau kan pengen masuk kedokteran??” pikirku sambil tersenyum. Saat aku melihat ke depan, ternyata udah ada antrian yang akan diambil darahnya, Mukaku langsung pucat dan keringat dingin. “Jadi, emang beneran 1 botol lipstik?” pikirku.

Selesai menunjukkan berkas-berkas dan bukti pembayaran SPP aku langsung melewati bagian pemeriksaan darah dan buru-buru masuk ke dalam klinik. Tiba-tiba aku dihadang abang-abang, ternyata harus tes visus mata dulu diluar klinin. Yaudah, sekalian aja aku periksa berat sama tinggi badan. “What? 63 Kg? naik 3 Kilo aku. Tinggi ku pun Cuma 163, sangat tidak ideal sekali badanku”….

Aku langsung ke bagian visus mata. Tiba-tiba aku dipanggil sama seorang abang yang arghhh, bikin minder kalo jalan sebelahan sama dia. Hahahaha….. Dan tes itu pun berjalan, Abang menanyakan tentang mataku sebelah kanan. “Pernah kecucuk ya dek?” kata abang itu
“Ehm, kayaknya gak pernah bang, tapi emang udah lama ini bang sejak SD” jawabku
“Oh, gitu” jawab abg itu sambil menandatangani berkasku. Sialnya, aku gak kepikiran mengopy berkas itu. Hiks hiks T_T

#Flashback
Memang aku udah lupa sejak kapan kejadian mata sebelah kananku ini dimulai, tapi karena mataku masih fine-fine aja dan masih jelas kalo ngeliat walopun gak pake kacamata, aku jadi gak terlalu ambil pusing. Tapi, aku harus lebih peka lagi dengan mata kananku ini, karena kata si abang itu, mata kananku udah parah banget.

Baiklah, 2 zona tes sudah dilalui. Dengan pandangan sinis aku melirik “blood test zone” yg bikin aku parno dan berlalu kedalam ruangan sambil berkata dalam hati “Aku akan menaklukkan kau tes darah” dengan theme song petir DUAAARRRRRRRR.
Aku pun tiba di “THT test zone” dan mendapati seorang bapak-bapak yang dari perawakannya sepertinya memiliki pengalaman segudang di bidang kedokteran. Aku ketawa dalam hati, disebelah aku ada cewek juga lagi diperiksa sama dokter cewek. Cewek itu diceramahi supaya sering-sering bersihkan kotoran telinganya.
Ya ampun, kalo aku bukan kotoran lagi di kuping. Harta karun pun kayaknya. Wkwkkwkw
 Si dokter pun langsung memeriksa kuping dan mempreteli hidungku menggunakan alatnya yang dingin. Terakhir, aku disuruh buka mulut dan ditempel alat yang entah apa namanya itu di lidahku. “Dan si dokter Cuma nyelupin alat itu ke air sebaskom yg gak tau masih steril ato kagak ??” pikirku. Ntah udah berapa mulut yang masuk di alat itu tadi. Dia pun langsung menandatangani berkas-berkasku. “Semuanya normal” dengan senyum lebar sambil nahan hasrat mau muntah.

Pantesan aja tadi sebelum masuk klinik, aku dicegat sama abang-abang tadi. Ternyata, didalam ada test mata lagi dan syaratnya harus udah selesai visus mata test di luar tadi. “Pagi-pagi aku udah suudzon aja ama orang. Maaf ya abang2 penjaga pintu depan  yang negor aku tadi”. Kali ini aku kebagian petugas wanita, masih muda, cantik dan berhijab. Mataku disenterinya dan disuruh menebak angka berapa di sebuah buku. “Oh, test buta warna” pikirku. Semua lancar aku jawab kecuali di angka 71. Angka 1 nya kayak angka 4, Fyuuhh.
Tidak buta warna. Hhhe” pikirku lagi dan berjalan keluar sambil menanyakan “Tooth Zone Test” dimana pada seorang Ibu-ibu.

Dengan langkah yang sangat tidak pede aku pun memasuki ruang test kedua yg paling aku takuti, yaitu “Test Gigi”. Dari kecil aku memang paling cuek ama organ tubuh yang satu ini. Apalagi aku juga sering  makan – makanan yang merusak gigi such as permen, cokelat, gorengan, manisan dll. Aku pun disuruh golek sama seorang dokter pria, kayaknya umurnya sekitar kepala 3.
“Sekolah dimana?” tanya si dentist
“Ehm, SMA 11” jawabku ragu. “jangan tanya dimana itu”pikirku
“Tinggal dimana?” lanjut sang dentist
“Emm, di letda sujono” jawabku ragu lagi
“Arah ke Tembung ya?” lanjut dentist. “Ketahuan deh”pikirku
“Iya” jawabku pasrah. “Maaaak, kapan lah kita pindah rumaaaahhh” *ngayal*
“Hmm, gigi kamu gak berlubang, Cuma karangnya banyak sekali nih” ujar dentist.
“Sering ke dokter gigi?” tanya sang dokter
“aduh, ni dokter mau promosi kali ya. “Ehh, enggak dok.” Jawabku singkat sambil tersenyum sopan
Sang dokter gigi pun memberi sedikit catatan di berkasku dan tingkat kebersihan mulutku adalah..“Sedang?” gumamku.

#Flashback
Dari dulu aku dan keluargaku jarang sekali periksa gigi semenjak pindah dari Aceh. Entah karena gak ada yang pas dokter gigi di Kota Medan dengan keluargaku atau karena kami menyepelekan masalah gigi kali ya? Ntahlah,

“PHYSIC MAN TEST” adalah test selanjutnya yang harus aku lalui. Di depan zonanya udah ada 2 petugas ibu-ibu yang aku judge pasti cerewet. Yaudah, tensiku pun ditest dan hasilnya adalah 110. “Kalo gak salah sih normal” pikirku. Aku langsung masuk kedalam untuk tes paru-paru. “Astaga naga” umpatku dalam hati. Aku pun langsung berbaring pasrah diperiksa oleh seorang dokter yang rambutnya udah putih semua dan diselimuti keriput. “Aku gak rela tubuhku digerayangi pria tua ini” khayalan tingkat dewaku. Si dokter tua pun memeriksa dadaku dengan stetoskop dinginnya. Gak ada komentar satu kata pun dari mulutnya dan aku pun gak berharap kami terlibat obrolan. Sedangkan sang dokter idamanku sedang berbincang-bincang dengan maba sialan yang merebut dokter idamanku itu. Ternyata sang maba sialan adalah perokok, aku diam-diam menguping pembicaraan mereka. “Hahaha. Coba aja aku yang diperiksa oleh sang dokter idaman. Aku bersih Dok, dari nikotin dan semacamnya” *ngelamun tingkat dewa*. Si dokter tua tanpa ekspresi tiba-tiba memegang pergelangan tanganku dengan lama. “Yaelah, nyocokin jam?” pikirku. Tiba-tiba aja sang dokter tua tanpa ekspresi menulis-nulis berkasku dan menandatanganinya tanpa berkomentar. “Aku sih udah yakin hasilnya bagus, karena aku gak pernah menghisap nikotin”.

Aku pun langsung ke toilet karena dari tadi menahan HIV (Hasrat ingin vivis) #agak maksa. Setelah keluar dari toilet, aku buru-buru melihat kertas merah. Tinggal 1 zona yang belum diceklsit. “Blood Test” ujarku. Aku pun berjalan menuju pintu utama sambil membayangkan film Kill Bill vol. 1 cara Gank Yakuza masuk ke dalam bar.  “So cool” pikirku dan musiknya langsung berhenti  jadi musik #Horror pas aku udah sampai dan duduk di tempat antrian. Berbagai macam ekspresi terpampang nyata didepanku yang hanya 12 cm. Ada yang takut, ketawa ??? dll, tapi aku belum menemukan ada yang menolak untuk dihisap darahnya. Didepan aku seorang cewek berhijab, anak matauli sibolga sedang diambil darahnya. “Dia aja yang perempuan nyantai aja Dan sambil senyam senyum.” Pikirku. Aku pun menyembunyikan rasa ketakutan berlebihanku akan darah (sebenarnya aku phobia darah sejak ngeliat video pemenggalan kepala di HP Rahma Ito #kawankuSMA) beberapa bulan yang lalu. Saat si anak matauli yang lumayan cantik itu udah selesai, raut mukaku langsung aja balik jelek dan duduk di dekat Dokter penghisap darah ini. “Aduh, aku lebih rela kalo Bella Swan/Kristen Stewart aja yang menghisap darahku, paling enggak kawe nya  pun gak papa.

“Pak, saya tadi pagi belum sarapan. Gak papa tuh?” ujarku dengan polosnya pada dokter penghisap darah karena teringat kata-kata satpam sotoy tadi pagi yg bilang “sarapan tadi pagi kan? Nanti pingsan pulak kelen disini”.
“Gak papa dek” jawab dokter penghisap darah tersenyum. Mungkin karena ekspresi ketakutanku yg kelihatan bodoh.
Dasar satpam sotoy” umpatku dalam hati
Si dokter penghisap darah pun mulai mengikat lenganku dengan alatnya supaya darahnya cepat keluar. Aku gak mau melihat ke alat-alatnya terutama si suntik. Liat ke samping, ada yang dihisap juga darahnya. Belum lagi sang Dokter udah mengeluarkan suntiknya. Terpaksa beralih ke arah sudut 45 derajat, ada yang lumayan enak dipandang. Hehehe
“Sekolah dimana dek?” tanya si dokter penghisap darah berusaha mencairkan suasana tegang sekaligus membuyarkan lamunanku. Pertanyaan yang ingin kuhindari ini pun terus dipertanyakan dari tadi. “Di SMA 11 Pak” jawabku sok ramah. “Untung aja gak nanyak alamatnya lagi” pikirku

#Important
Memang aku pernah bilang gak akan mempermasalahkan letak sekolahku yang menjurus ke arah TEMBUNG itu, karena toh gara-gara sekolah itulah aku berkesempatan masuk di USU. Tapi, syndrome minder mengalahkanku akhir-akhir ini. Pertanyaan alamat sekolah dan rumahku seakan menjadi pertanyaan sensitif dikupingku.

Sang dokter penghisap darah sudah selesai dengan ritualnya. Aku pun menempelkan stiker penutup luka di bekas suntikan. “Aku harus mendapatkan award karena melakukan hal ini”.  Dan setelah sekian lama aku menantikan sebenarnya apa golongan darahku, maka sang dokter penghisap darah melantunkan golongan darahku “B”.
“Yah, padahal aku berharapnya O” *kecewa*
Wajahku pun langsung berubah menjadi sok. Aku berlagak seolah hal ini kecil bagiku untuk menunjukkan ke anak FKG yang dari tadi sama terus denganku di tiap zone-nya (Apa jangan2 dia ngikuti aku terus ya?) #JagaImage

Dengan langkah penuh kemenangan karena aku telah mengalahkan zona paling kutakuti  itu aku langsung menuju zona pelaporan terakhir. Dengan mukak sok sombong aku melangkah dengan pasti sambil memandang mengejek ke maba-maba laen yang masi sibuk dan agak menghalangi jalanku. Pasti ada yg kesal melihat mukaku. Hahaha. Kebiasaan burukku yang paling susah diubah. Dan semuanya pun sudah selesai. Aku menuju pagar dan berhasil keluar dari klinik ini. Aku langsung menuju gelanggang mahasiswa dan menyelesaikan semua urusanku hari ini dengan cepat supaya bisa golek-golek dirumah. Di gelanggang mahasiswa aku berpapasan dengan John MG versi lokal yg kemarin menandatangani kartu Jalur Undanganku.
“Ohh, God. Engkau benar-benar menguji hambamu ini hari ini” batinku.
Semua urusan di Gelanggang mahasiswa pun sudah selesai. KTMS sementara pun  sudah aku dapatkan. Tinggal mengisi berkas online di PSI. Dan setelah selesai, aku pun kembali ke rumahku tercinta.

author

About the Author

Banggalah karena sesuatu yang kau perjuangkan. Tetapi kebanggaan dapat membuat pertahananmu lemah. Keep it balance.
View all posts by: Ramadan Siregar

0 komentar:

Back to top ↑
Connect with Us

What they says

© 2013 Cerita Random. WP Mythemeshop Converted by Bloggertheme9
Blogger templates. Proudly Powered by Blogger.