Frustasi adalah keadaan dimana
seseorang sedang kalut, terlalu banyaknya masalah, tekanan ataupun lainnya,
sehingga tidak dapat menyelesaikannya, yang hampir sama dengan stress, Akan
tetapi tidak bisa disamakan oleh pengertian putus asa. Akan tetapi dapat
juga diartikan sebagai suatu keadaan yang dialami seseorang, ketika keinginanya
tidak dapat tercapai atautidak dapat terealisasikan atau bisa juga cita-cita
atau keinginanya tidak dapat terwujud.
Motivasi
Motivasi adalah proses yang memberi semangat,
arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah
perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Kekuatan yang
memberikan energi dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Keadaan
internal yang mendorong, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dalam buku
Educational Psychology oleh W John Santrock pada tahun 2004, berikut adalah
pengertian motivasi dari berbagai perspektif dalam psikologi.
Baiklah, kali ini saya tidak akan membahas
teori-teori yang berkaitan dengan frustasi ataupun motivasi karena materi ini
sudah pernah dipresentasikan berkali-kali saat proses perkuliahan Pengantar
Psikologi Umum. Saya akan membahas pengalaman hidup saya mengenai frustasi dan
motivasi.
Setiap Orang pasti pernah minimal sekali dalam
hidupnya mengalami yang namanya keadaan frustasi, termasuk saya sendiri. Saat
itu merupakan transisi dari masa SMP ke SMA. Sewaktu SMP, saya sudah
berkeinginan untuk memasuki salah satu SMA Negeri favorit di Medan, karena saya
lihat alumninya banyak yang berprestasi dan itu membangkitkan gairah/passion saya untuk memasuki SMA Negeri
tersebut.
Saya akui, sewaktu masa SMP saya kurang begitu
maksimal dalam hal akademis, walaupun saya bisa bertahan tidak keluar dari
peringkat 5 besar. Kemauan belajar sendiri tanpa disuruh atau hanya karena ada
tugas turun drastis daripada sewaktu saya SD dulu. Selain saingan saya juga
lumayan banyak, mereka juga masing-masing punya skill tersendiri yang membuat
mereka menonjol daripada yang lain yang membuat saya sedikit minder.
Transisi dari SD yang saya benar-benar buku holic berubah drastis semenjak SMP. Saya
mulai mengenal apa itu Games Online, saya menemukan teman-teman yang hobbynya
sama dengan saya, yaitu menonton dan banyak lagi hal lainnya yang membuat saya
merasa enjoy dan sedikit terlena
sehingga tidak jarang saya menomor 2 kan akademis.
Tiba saat Ujian Nasional hamper dekat, saya
mulai terkejut dimana semua orang bukannya sibuk belajar ataupun ikut les
tambahan, tetapi saya malah mendengar desas desus mengenai kunci jawaban UN.
Saya kaget mendengar hal tersebut, apakah benar kunci jawaban UN bisa tersebar
begitu saja. Ketika saya mulai mengikuti perbincangan lebih dalam, ternyata
latar belakang orangtua beberapa murid disitu bukanlah hal yang sulit untuk
mendapatkan kunci jawaban Ujian Nasional. Yang membuat saya terkejut lagi,
sekolah bahkan membiarkan hal tersebut hanya karena 1 alasan : supaya sekolah
itu tidak malu ada muridnya yang tidak lulus. Supaya di cap sekolah 100 %
lulus.
Saya yang benar-benar tidak tahu sama sekali dan
masih polos saat itu pun akhirnya ikut-ikutan meminta bantuan kunci jawaban
dari teman saya yang dapat karena saya merasa tidak percaya diri dan tidak mau
mengambil resiko akan keidealisan saya. Ternyata, kunci jawaban yang ditawarkan
pun bervariasi nilainya, ada yang rata2 sedang, hingga nilai sempurna. Tentu
saja saya mendapatkan kunci jawaban yang biasa-biasa saja yang bermodalkan
meminta dari teman.
Alhasil saat pengumuman, saya dinyatakan lulus
dengan rata-rata yang menurut saya cukup tinggi dari rata-rata Try Out saya
sendiri yaitu 8.40. Tetapi, rata-rata tersebut ternyata tidak ada apa-apanya,
masih banyak yang diatas saya bahkan ada beberapa murid yang keseharian
akademisnya buruk malah mendapatkan rata-rata 9.00. Saya mulai pesimis ketika
syarat untuk masuk ke SMA Negeri yang saya icita-citakan tersebut berdasarkan
nilai UN. Memang ada jalur ujian beberapa persen, tetapi disitu dijadikan
komersalisasi atau istilahnya adalah sisipan. Dan alhasil, saya tidak diterima
di SMA Negeri yang saya inginkan tersebut hanya karena patokan nilai UN yang
bisa dikatakan tidak fair. Melihat
beberapa teman saya yang saya tahu kemampuan akademisnya jauh dibawah saya, tetapi
diterima di sekolah yang saya cita-citakan tersebut membuat saya kecewa dan
frustasi.
Akhirnya, saya masuk ke SMAN 11 Medan, kembali
lagi ke rayon sekitaran rumah saya di Tembung. Sekolah ini prestasinya biasa
saja dan tidak difavoritkan kalau di kota Medan, kalau sekitaran Tembung memang
cukup favorit. Semester pertama, saya tidak fokus dan masih konflik dengan diri
saya sendiri. Saya memilih bermain-main saja, saya bahkan sempat berfikir,”untuk apa saya belajar capek-capek kalo nantinya bakal dapat kunci jawaban juga”.
Saat teman-teman SMP mengajak reunian, saya
sebenarnya sangat malas. Pasti topik pembahasannya adalah seputaran SMA mana yang
kita masuki. Disitulah muncul sebuah motivasi dari diri saya sendiri, mungkin
sekarang saya tidak berada di sekolah yang difavoritkan, atau sekolah yang
tidak terkenal dan dipandang sebelah mata. Tapi, nanti saya akan buktikan saat
di bangku perkuliahan. Siapa sebenarnya yang benar-benar bisa survive.
Motivasi itulah yang membangkitkan saya kembali
dari keterpurukan dan kefrustasian saya. Kalau menurut saya, motivasi intrinsic,
atau dari dalam diri sendiri itu lebih kuat pengaruhnya daripada ekstrinsik
atau dari orang terdekat. Seperti saya, berkali-kali orangtua saya menasehati
semua sekolah itu sama, tetapi dulu saya tetap menolak pernyataan tersebut.
Hingga muncul motivasi dari diri sendiri untuk bangkit.
0 komentar: